Di tengah janji pendidikan berkualitas, universitas di Indonesia justru menyuguhkan kenyataan penuh ironi: dosen dengan kualifikasi meragukan, fasilitas terbatas yang terkatung-katung dalam kepadatan ruang sempit, hingga akreditasi yang melemahkan daya saing lulusan. Data dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) menunjukkan bahwa sekitar 30% dosen belum memenuhi standar kualifikasi akademik minimal S2 atau S3, sementara akreditasi perguruan tinggi banyak yang berkategori C atau bahkan belum terakreditasi sama sekali. Hal ini memengaruhi kredibilitas dan pasar kerja lulusan (Kemendikbudristek, 2024).
Lebih memprihatinkan lagi, riset dan pengembangan yang mendapat perhatian minimal pun tercermin dari rendahnya dana riset yang hanya berkisar 0,3% dari PDB nasional, jauh di bawah target UNESCO yang merekomendasikan sekitar 1%. Akibatnya, inovasi akademik dan penguasaan ilmu mutakhir terhambat, sedangkan kurikulum perguruan tinggi masih banyak yang kurang relevan dengan kebutuhan industri modern, seperti yang diungkapkan dalam survei Bank Dunia (2023) tentang mismatch kompetensi lulusan dan kebutuhan pasar kerja di Indonesia. Universitas dan pemerintah tidak bisa lagi bersikap pasif. Reformasi menyeluruh wajib dilakukan dengan mengedepankan peningkatan kualitas dosen melalui pelatihan dan sertifikasi, pengembangan fasilitas pembelajaran yang memadai, serta peningkatan anggaran riset secara signifikan. Revisi kurikulum harus melibatkan sektor industri agar lulusan memiliki kompetensi yang sesuai kebutuhan zaman.
Investasi ini bukan sekadar biaya, melainkan penentu masa depan bangsa yang lebih kompetitif dan berdaya saing tinggi di kancah global. Selain masalah kualitas pengajaran, fasilitas, akreditasi, dan relevansi kurikulum, ada beberapa analisis lain yang perlu disoroti untuk memberikan gambaran komprehensif tentang tantangan pendidikan tinggi di Indonesia. Pertama, masalah disparitas akses dan ketimpangan kualitas antara universitas di wilayah perkotaan dengan daerah terpencil semakin menganga. Data UNESCO (2023) mengindikasikan bahwa lulusan perguruan tinggi di wilayah perkotaan memiliki peluang kerja hingga 35% lebih tinggi dibandingkan lulusan dari daerah dengan akses pendidikan terbatas. Ketimpangan ini mengokohkan kesenjangan sosial-ekonomi dan menghambat pemerataan pembangunan sumber daya manusia nasional. Kedua, budaya akademik dan lingkungan kampus yang kurang kondusif juga menjadi masalah serius.
Banyak laporan mahasiswa menunjukkan minimnya pembinaan soft skills, inkonsistensi dalam penegakan tata tertib akademik, serta lemahnya pengembangan karakter dan etika profesional. Hal ini berdampak negatif terhadap kesiapan lulusan dalam menghadapi tantangan dunia kerja yang dinamis dan kompetitif. Ketiga, orientasi pendidikan yang terlalu berfokus pada aspek formalitas administratif dan kejar kredit membuat proses pembelajaran menjadi mekanistis, tanpa optimalisasi metode pengajaran yang inovatif dan partisipatif. Penggunaan teknologi pembelajaran digital yang efektif masih belum merata meskipun pandemi Covid-19 sudah mendorong transformasi digital di banyak sektor pendidikan. Keempat, sistem pendanaan pendidikan tinggi yang masih bergantung pada biaya mahasiswa (cost sharing) tanpa dukungan beasiswa dan subsidi yang memadai memperburuk keterjangkauan pendidikan.
Kondisi ini membatasi kesempatan bagi calon mahasiswa berpotensi dari keluarga kurang mampu untuk mengenyam pendidikan tinggi, sekaligus memicu fenomena dropout. Dengan begitu banyak masalah tumpang tindih, perbaikan pendidikan tinggi harus dilakukan dengan pendekatan multisektoral, bukan hanya dari sisi akademik saja. Sinergi antara pemerintah, perguruan tinggi, industri, dan masyarakat menjadi kunci agar pendidikan tinggi benar-benar mampu mencetak lulusan yang kompeten, inovatif, dan berdaya saing di era globalisasi. Rujukan Data Relevan Kemendikbudristek, Laporan Statistik Pendidikan Tinggi Indonesia 2024 Bank Dunia, Indonesia Skills Mismatch Survey 2023 UNESCO, Rekomendasi Pendanaan Riset Nasional Laporan Akreditasi BAN-PT 2023
Jumlah Komentar (0 Comments)