๐Ÿ‘ค Sign in
ConnectaGlobe Logo

Mengapa Program Makan Gizi Gratis di Indonesia Kurang Relevan?

Oleh Admin ConnectaGlobe | 01 Jan 1970

Kategori: Nasional

๐Ÿ‘๏ธ 7.876 views | ๐Ÿ”— 112 shares

Program "Makan Gizi Gratis Indonesia" menunjukkan banyak kelemahan dalam penargetan dan pelaksanaannya, sehingga tidak efektif dalam mengatasi masalah gizi kronis seperti stunting. Sebagai contoh, program ini cenderung memberikan bantuan secara umum tanpa prioritas pada kelompok rentan di wilayah dengan prevalensi stunting tinggi. Data Riskesdas 2023 menyatakan bahwa prevalensi stunting balita di Indonesia mencapai 23,7%, dengan disparitas yang signifikan antar daerah, sehingga penanganan harus difokuskan pada daerah bermasalah tersebut untuk hasil yang optimal. 

Selain itu, WHO (2022) menegaskan bahwa intervensi gizi yang efektif harus berbasis kebutuhan gizi spesifik, termasuk pemberian mikronutrien penting seperti zat besi dan vitamin A, serta disertai edukasi gizi. Program gizi gratis di Indonesia seringkali mengabaikan aspek edukasi dan pendampingan, sehingga dampak jangka panjang terhadap pola makan dan kesehatan masyarakat menjadi terbatas. Masalah lain yang perlu dicermati adalah kurangnya transparansi dan partisipasi masyarakat lokal dalam pengelolaan distribusi bantuan. Laporan UNICEF dan Pemerintah Indonesia (2024) mengungkap adanya kebocoran dan distribusi yang tidak merata, sehingga sumber daya tidak sampai kepada penerima manfaat yang paling membutuhkan. 

Rekomendasi Kebijakan Untuk memperbaiki efektivitas program, ada beberapa langkah kebijakan yang dapat diambil: Fokuskan intervensi pada wilayah dengan prevalensi stunting tinggi, menggunakan data valid dan terkini sebagai basis penentuan sasaran. Integrasikan pemberian makanan bergizi dengan program edukasi gizi yang melibatkan tenaga kesehatan dan tokoh masyarakat untuk membangun kesadaran akan pentingnya pola makan seimbang. Tingkatkan transparansi dan pelibatan komunitas melalui mekanisme monitoring partisipatif agar program berjalan tepat sasaran dan meminimalkan kebocoran. Kembangkan sistem evaluasi yang berkelanjutan untuk mengukur dampak program secara kuantitatif dan kualitatif guna melakukan perbaikan berkesinambungan. 

Studi Perbandingan Internasional Beberapa negara lain telah sukses menerapkan program gizi yang efektif sebagai contoh. Di Brasil, program "Bolsa Famรญlia" menggabungkan bantuan sosial dengan edukasi kesehatan dan gizi yang terintegrasi, sehingga berhasil menurunkan angka stunting secara signifikan dalam dua dekade terakhir (FAO, 2023). Pendekatan multisektoral ini melibatkan kerjasama antara kementerian kesehatan, pendidikan, dan kesejahteraan sosial yang didukung data akurat serta partisipasi masyarakat. 

Sementara itu, di Rwanda, pemerintah menjalankan program suplementasi mikro-nutrien dan kampanye edukasi makanan lokal bergizi yang berfokus pada ibu hamil dan balita di daerah rawan, dengan hasil menurunkan angka malnutrisi cukup drastis dalam kurun waktu lima tahun (World Bank, 2022). Indonesia bisa belajar dari model integratif dan multisektoral ini dengan menyesuaikan konteks lokal guna memperkuat program gizi gratis yang selama ini berjalan kurang tepat sasaran. Rujukan Kementerian Kesehatan RI, Riskesdas 2023 World Health Organization (WHO), Nutrition Interventions and Evidence, 2022 UNICEF dan Pemerintah Indonesia, Laporan Program Gizi Nasional, 2024 Food and Agriculture Organization (FAO), Programa Bolsa Famรญlia, Brazil, 2023 World Bank, Nutrition Programs in Rwanda, 2022

Jumlah Komentar (0 Comments)